Rabu, 23 Juli 2008

Gagal Total di PON XVII

Memulai latihan sejak Desember 2007, hingga hari H tapi tidak bisa memberikan hasil yang maksimal, bahkan kalah dari lawan yang pada Pra Kualifikasi PON kukalahkan pada perempat final.

Pra Kualifikasi boleh dikata merupakan hasil terbaik selama saya menjadi atlet, bisa menembus partai Final walau harus puas dengan medali Perak, tapi rupanya itu tidak cukup menjadi modal untuk mempersembahkan medali bagi kontingen PON Sulawesi Selatan pada PON XVII Kaltim.

Secara teori terjadi peningkatan signifikan dari hasil latihan, mulai dari segi fisik sampai teknik dan speed. Sebagai contoh pada test awal Vo2Max saya cuma sampai level 3, namun setelah test kedua naik menjadi level 7. Speed, ada suatu waktu saya bisa menendang sampai 54 tendangan dalam 15 detik.

Secara teori... siap, tapi kenyataanya dilapangan, Gagal.

Kemungkinan penyebab kekalahan :
Tidak pernah ada uji tanding
Harus diakui tidak adanya try out merupakan salah satu penyebab utama kegagalan, jika saja olahraga ini adalah olahraga terukur seperti renang, atletik dll maka latihan tanpa try out mungkin masih bisa memberikan hasil, namun ini adalah Taekwondo, dimana kita berhadapan dengan lawan, bukan hanya faktor teknik, speed, power tapi ada juga faktor X.

Tidak ada sparring partner
Kendala utama untuk uji tanding tidak bisa dipungkiri berhubungan dengan financial, praktis dibutuhkan dana yang cukup besar jika ingin try out. Untuk menyikapi hal tersebut maka sparring partner adalah solusi yang lebih bisa dijangkau, pada persiapan Pra PON, saya masih mempunyai sparring partnet dari kelas-kelas dibawahku seperti Reky yang turun di kelas feather, dan Ilham yang turun di kelas Light. Speed mereka cukup baik dan powernya juga tidak jauh beda dengan saya sehingga setiap kali latih tanding seolah - olah kami bertanding betulan. Namun pada persiapan pon ini mereka tidak lolos praktis, mereka pun tidak pernah lagi muncul di tempat latihan. Saya cuma punya teman latihan sesama atlet yang lolos Kualifikasi yaitu Cici Darmayanti, kelas fin putri, sudah kelasnya jauh dibawah, putri lagi. Latihan sparring tidak pernah maksimal karena begitu keras dikit Cici pasti tumbang, baru pada saat menjelang keberangkatan ada sparring partner namun sepertinya terlambat.

Faktor X
Ada keanehan pada sistem scoring yang digunakan pada PON XVII kali ini, Nilai bisa saja melompat seperti yang saya alami pada saat posisi poin 3-2 kemudian dengan sebuah tendangan kearah badan nilai berubah menjadi 6-2, sejak kapan sasaran badan bernilai 3. Juga tidak bisa terjadi pemberian nilai bersamaan, seperti pada saat lawan menendang dan saya melakukan counter harusnya keluar nilai masing - masing satu tapi begitu liat score hanya lawan yang dapat nilai. Sistem scoring ini berbeda dengan waktu Pra PON dan harus saya akui kalau sistem yang digunakan pada waktu Pra PON lebih baik, hanya karena Sang Technical Deligate juga siempunya alat sehingga terkesan "memaksakan" menggunakan peralatannya. bahkan para wasit juga sebenarnya tidak setuju dengan alat tersebut. Sialnya lagi alat tersebut pada hari pertama pertandingan sudah ada arena yang tidak bisa digunakan karena alatnya bermasalah. Namun sekali lagi karena siempunya alat ngotot, maka alat tersebut yang dipaksakan.

Apa mau dikata semua sudah berakhir, PON tinggal menjadi kenangan pahit yang sepertinya tidak akan bisa lagi ku ulangi karena usia. Kemungkinan bisa ikut PON lagi tapi sebagai pelatih.

Tidak ada komentar: